BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana dari investor atau pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan profit di masa yang akan datang. Investasi tercipta dari pendapatan yang di tabung atau dari penanaman modal baik secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai pihak dengan tujuan memperbesar output dan meningkatkan pendapatan di kemudian hari. Investasi yang lazim di sebut dengan istilah penanaman modal, akan memberikan banyak pengaruh kepada perekonomian suatu Negara ataupun dalam cakupan yang lebih kecil, yaitu daerah.
- Rumusan Masalah
1. Apa yang dinamakan investasi?
2. Seperti apa hukum & bentuk investasi?
BAB II
PEMBAHASAN
- Investasi dalam Perspektif Islam
Investasi merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah. Sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong untuk setiap muslim menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja.
Dalam investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar. Suatu pernyataan penting al-Ghozali sebagai ulama’ besar adalah keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.
Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT[1]
- Mu'amalat : Qiradh
Yang dimaksud dengan "al-qiradh" ialah menyerahkan harta milik, baik berupa uang, emas atau bentuk lain kepada seseorang sebagai modal usaha kerja dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut dibagi dua menurut perjanjian ketika aqad. Investasi yaitu pemberian modal dari seseorang kepada orang lain untuk dijadikan modal usaha dan untungya dibagi diantara mereka yang sesuai kesepakatan dari keduanya atau ketiganya dst.
Dengan demikian qiradh dapat menciptakan hubungan kerja yang baik dan saling menguntungkan. Qiradh ini pada dasarnya adalah saling percaya, baik pemilik modal ataupun yang mengelolanya. Karena hal ini dijalankan atas saling percaya maka jiak terjadi hal-hal yang di luar dugaan seperti kerugian, maka kerugian itu ditutup dengan keuntungan. Jika dengan cara itu masih juga rugi, maka ditanggung oleh pemililk modal, kecuali jika terbukti bahwa kerugian itu diakibatkan penyalahgunaan dari orang yang menjalankan modal, maka wajarlah jka yang menjalankan modal itu yang menggantinya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Shuhaib sesungguhnya Nabi SAW bersabda : "Tiga perkara yang mendapatkan berkah, yaitu jual-beli yang sampai batas waktu, memberi modal dan mencampur gandum dengan syair (keduanya adalah nama jenis gandum) untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah dengan sanad dhoif)
Qiradh hukumnya mubah atau boleh sejak terjadi aqad dalam waktu yang tidak terbatas. Qiradh dapat dibatalkan seaktu-waktu oleh pemilik modal karena keperluan/alasan tertentu. Apabila salah seorang di antara pemilik modal dan yang menjalankan modal sakit, gila, atau meninggal dunia, maka qiradh ini berakhir. Jika salah satu meninggal dunia, maka yang meneruskannya adalah ahli warisnya.
Ada sebagian orang yang memiliki harta yang cukup banyak, bisa jadi karena mendapat warisan dan lainnya, akan tetapi dia tidak berkemampuan untuk mengembangkan harta tersebut. Sedangkan disisi lain ada seseorang yang tidak memiliki harta akan tetapi mampu mengembangkan harta. oleh karena itu islam membolehkan diantara keduanya untuk saling bekerjasama dengan tolong menolong. Sebagaimana firmaNya dalam surat ALMaidah ayat 2: " Tolong menlonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan janganlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan."[2]
- Rukun Qiradh
- Modal berupa uang tunai atau emas atau benda erharga lainnya yang dapat diketahui jumlah dan nilainya.
- Pemilik modal dan yang menjalankan modal hendaknya orang yang sudah baligh, berakal sehat dan merdeka.
- Lapangan kerja, yaitu pekerjaan berdagang yang tidak dibatasi waktu, tempat usaha ataupun barang-barang yang diperdagangkan.
- Keuntungan ditentukan terlebih dahulu pada waktu mengadakan perjanjian.
- Ijab/qabul (aqad qiradh).
- Bentuk Qiradh
1. Qiradh dalam bentuk sederhana.
2. Qiradh ini dilakukan secara perorangan dan sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum Islam datang. Nabi Muhammad SAW pernah menjalankan perdagangan yang modalnya kepunyaan Siti Khadijah.
3. Qiradh dalam bentuk Modern.
4. Qiradh ini biasa disebut mudharabah. Sebagai contoh yaitu bank Muamalat yang prinsip kerjanya berdasarkan syari'at Islam.
Seorang nasabah yang menyimpan uangnya mengadakan aqad dengan pihak bank, pihak bank akan menjalankan uang itu untuk berusaha, sedangkan keuntungannya nanti untuk kedua pihak dengan cara bagi hasil.
Demikian juga bagi nasabah yang ingin berdagang tapi tidak mempunyai modal, maka ia dapat menjalankan modal kepunyaan bank untuk berusaha. Aqad yang berlaku bagi kedua belah pihak adalah aqad qiradh atau mudharabah.[3]
E. Investasi dalam Perspektif Syariah
Investasi pada dasarnya adalah bentuk aktif dari ekonomi syariah. Dalam Islam setiap harta ada zakatnya. Jika harta tersebut didiamkan, maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong setiap muslim untuk menginvestasikan hartanya agar bertambah.
Investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.
Suatu pernyataan penting al-Ghozali sebagai ulama besar adalah keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.
Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT.
- Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi
Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:
- Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
- Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
- Keadilan pendistribusian kemakmuran.
- Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
- Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
- Perbedaan Investasi Konvensional dan Investasi Ekonomi Islam (Syariah)
Jika kita lihat riilnya dari sub di atas bahwa secara tidak langsung investasi kontemporer atau investasi dalam konvensional itu didominasi oleh motif keuntungan (returns).
Jika dalam ekonomi konvensional faktor keuntungan adalah segalanya, maka dalam perspektif ekonomi Islam, investasi bukanlah melulu bercerita tentang berapa keuntungan materi (returns) yang bisa didapatkan melalui aktivitas investasi, tapi ada beberapa faktor yang mendominasi motivasi investasi dalam Islam.
Pertama, akibat implementasi mekanisme zakat maka asset produktif yang dimiliki seseorang pada jumlah tertentu (memenuhi batas nisab zakat) akan selalu dikenakan zakat, sehingga hal ini akan mendorong pemiliknya untuk mengelolanya melalui investasi. Dengan demikian melalui investasi tersebut pemilik asset memiliki potensi mempertahankan jumlah dan nilai assetnya. Berdasarkan argumentasi ini, aktifitas investasi pada dasarnya lebih dekat dengan prilaku individu (investor/muzakki) atas kekayaan atau asset mereka daripada prilaku individu atas simpanan mereka. Sejalan dengan kesimpulan bahwa sebenarnya ada perbedaan yang mendasar dalam perekonomian Islam dalam membahas prilaku simpanan dan investasi, dalam Islam investasi lebih bersumber dari harta kekayaan/asset daripada simpanan yang dalam investasi dibatasi oleh definisi bagian sisa dari pendapatan setelah dikurangi oleh konsumsi.
Kedua, aktivitas investasi dilakukan lebih didasarkan pada motifasi social yaitu membantu sebagian masyarakat yang tidak memiliki modal namun memiliki kemampuan berupa keahlian (skill) dalam menjalankan usaha, baik dilakukan dengan bersyarikat (musyarakah) maupun dengan berbagi hasil (mudharabah). Jadi dapat dikatakan bahwa investasi dalam Islam bukan hanya dipengaruhi factor keuntungan materi, tapi juga sangat dipengaruhi oleh factor syariah (kepatuhan pada ketentuan syariah) dan faktor sosial (kemashlahatan ummat).
Investasi merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi pula adalah cara yang sangat baik agar harta itu dapat berputar tidak hanya dalam segelintir orang saja. Dengan Investasi, maka akan mendorong distribusi pendapatan yang baik pada masyarakat. Namun demikian investasi sebagai kegiatan ekonomi haruslah berdasarkan kepada prinsip-prinsip hukum muamalah, yaitu:
1) Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah boleh kecuali yang dilarang oleh nash.
- Menetapkan kebolehan tidak perlu mencari dasar hukum syara’.
- Nash tidak dimaksudkan sebagai pembatasan.
- Menciptakan bentuk muamalah baru tidak perlu mencari padannya (qiyas) dalam nash.
- Menetapkan kebolehan tidak perlu menganalogkan atau mentakhrij hasil ijtihad para ulama
- Tidak melanggar nash yang mengharamkan.
2) Muamalat dilakukan atas pertimbangan maslahah
3) Muamalat dilaksanakan untuk memelihara nilai keadilan.
Dalam hal hubungan antara investasi dan tabungan, faktor penting yang menjadi pembeda antara sistem keuangan konvensial dan sistem keuangan syariah adalah bunga. Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi indikator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga (bunga simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan akan meningkat, sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika bunga rendah, maka tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan dan investasi dalam konvensional didominasi oleh motif keuntungan (returns) yang bisa didapatkan dari keduanya. Sedangkan dalam dalam perekonomian islam sistem bunga tidak ada. Sebagai penggantinya adalah sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Dengan demikian maka hubungan investasi dan tabungan dalam perekonomian Islam tidak sekuat seperti yang ada dalam konvensional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Investasi pada dasarnya adalah bentuk aktif dari ekonomi syariah. Dalam Islam setiap harta ada zakatnya. Jika harta tersebut didiamkan, maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong setiap muslim untuk menginvestasikan hartanya agar bertambah.
Investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.
B. Saran
Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami masalah Kewajiban Orang Tua Terhadap Anaknya, agar membaca sumber-sumber lain yang lebih komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja. Demikianlah uraian singkat yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan pembahasan ini dapat memberikan pengetahuan bagi kita.
Oleh karena itu kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Kesempurnaan hanya milik Allah. Kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini kami harapkan. Dan semoga bagi yang membaca makalah ini memperoleh manfaat dan hidayah oleh Allah SWT, sehingga dapat mengambil hikmah dari makalah kami tersebut.
Daftar Pustaka
An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm. Cetakan IV. Beirut: Darul Ummah.
Antonio, M. Syafi’i. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta: Bank Indonesia & Tazkia Institute.
Al-Jaziri, Abdurrahman. 1996. Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah. Juz III. Cetakan I. Beirut: Darul Fikr.
Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah wa al-Qânûn al-Wâdh‘i. Beirut: Mua’ssasah ar-Risalah.
—————. 1989. Asy-Syarîkât fî Dhaw’ al-Islâm. Cetakan I. T.Tp.arus Salam.
Az-Zuhaili, Wahbah. 1984. Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu. Juz IV. Cetakan III. Damaskus: Darul Fikr.
Siddiqi, M. Nejatullah. 1996. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam (Partnership and Profit Sharing in Islamic Law). Terjemahan oleh Fakhriyah Mumtihani. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Vogel, Frank E. & Samuel L. Hayes III. 1998. Islamic Law and Finance: Religion, Risk and Return. Denhag: Kluwer Law International.